• Post published:April 12, 2025
  • Post author:
  • Reading time:10 mins read
5/5 - (1 vote)

Kalau kamu kayak aku dulu, pertama kali denger istilah Computer Aided Engineering alias CAE, pasti mikirnya, “Ini semacam CAD ya?” atau malah, “Wah, pasti ini urusan orang teknik banget, gua nggak nyambung deh.” Tapi ternyata, pas gue dalemin, CAE itu bukan cuma penting buat engineer di industri besar, tapi juga jadi salah satu game changer di dunia desain produk secara umum.

Apa itu CAE (Computer Aided Engineering)

Jadi, CAE adalah singkatan dari Computer Aided Engineering. Intinya? Ini adalah proses penggunaan perangkat lunak komputer buat bantu kita ngelakuin analisis teknik. Bukan sekadar buat gambar doang kayak CAD (Computer Aided Design), tapi lebih ke ngecek apakah desain itu kuat, tahan lama, dan bakal kerja sesuai fungsinya—sebelum barang beneran diproduksi.

Gue inget waktu pertama kali nyoba software CAE (waktu itu gue pake ANSYS karena lagi dapet akses gratis di kampus), jujur aja, gue cuma bisa melongo. Ada begitu banyak parameter yang harus dimasukin. Gua pikir ini bakal semudah klik sana-sini, terus keluar hasil. Eh, ternyata enggak. Gue pernah bikin simulasi tekanan di sebuah bracket logam, tapi entah kenapa hasilnya menunjukkan benda itu hancur total. Padahal harusnya itu desain udah oke. Ternyata, gua salah masukin boundary condition. Gak usah ditanya malunya kayak gimana waktu presentasi.

Nah, itu dia poin penting dari CAE: ini bukan cuma soal software, tapi juga soal engineering mindset. Kita harus ngerti apa yang lagi kita coba tes. Misalnya, apakah kita lagi nganalisa stress karena beban, thermal analysis karena panas, atau fluid dynamics karena aliran udara atau cairan. Dan ya, semua itu bisa dilakuin lewat CAE.

Beberapa contoh software CAE populer yang mungkin kamu pernah denger antara lain:

  • ANSYS
  • SolidWorks Simulation
  • Abaqus
  • COMSOL Multiphysics
  • Siemens NX

Masing-masing punya kelebihan sendiri, tergantung industri dan kebutuhan. Di dunia otomotif, CAE dipake buat simulasi tabrakan (crash simulation). Di industri aerospace, dipake buat ngitung gaya aerodinamis dan getaran. Di produk konsumen? Dipake buat ngetes kekuatan material plastik di casing smartphone, misalnya.

Yang gue pelajari dari pengalaman belajar CAE adalah ini: CAE bukan buat menggantikan engineer, tapi buat memperkuat keputusan mereka. Lewat simulasi, kita bisa “mengalami” kegagalan sebelum produk jadi kenyataan. Bisa dibilang, CAE itu seperti alat ramalan teknik—tapi dengan dasar fisika dan matematika yang solid.

Beberapa tips kalau kamu baru mau mulai ngulik CAE:

  1. Pahami konsep dasarnya dulu. Jangan langsung loncat ke software. Lu harus ngerti apa itu stress, strain, deformation, fatigue—itu semua konsep inti di dunia teknik mesin atau sipil.
  2. Mulai dari simulasi sederhana. Misalnya, tarik batang logam dan lihat hasilnya. Jangan langsung ke simulasi CFD (fluid flow), karena itu lebih kompleks.
  3. Jangan cuma lihat warna-warni hasil simulasi. Ini kesalahan umum—banyak orang terpesona sama visualisasi, tapi lupa interpretasi datanya.
  4. Selalu cek boundary condition dan mesh quality. Serius deh, 80% error di CAE biasanya karena dua hal ini.

Sekarang, CAE bukan cuma dipakai di perusahaan besar. Banyak UKM manufaktur dan startup yang udah mulai manfaatin software ini buat mempercepat R&D mereka. Bahkan ada juga versi cloud-based kayak SimScale yang lebih terjangkau dan bisa diakses lewat browser!

Intinya? Kalau kamu berkecimpung di dunia desain produk, teknik mesin, atau bahkan ingin masuk ke ranah product development, ngerti CAE adalah nilai plus yang besar. Gue pribadi ngerasa setelah ngerti CAE, cara gue ngedesain jadi jauh lebih berpikir ke depan. Gue gak asal bikin bentuk, tapi mikir: ini bakal tahan gak ya kalo dipakai tiap hari?

So, jangan takut sama CAE. Emang kelihatannya rumit, tapi begitu kamu ngulik pelan-pelan, itu bakal jadi salah satu alat paling berharga di toolkit kamu sebagai engineer atau desainer.

Contoh Kasus Penggunaan CAE di Dunia Nyata

Oke, let’s go! Sekarang kita bahas Contoh Kasus Penggunaan CAE di Dunia Nyata — bagian yang menurut gue paling seru karena kita bisa lihat gimana CAE beneran ngubah cara produk diciptakan dan diuji.


Gue inget banget, salah satu momen “mind-blown” gue soal CAE itu waktu baca kasus nyata dari perusahaan otomotif besar (sebut saja Ford, biar gampang). Jadi mereka lagi ngembangin model mobil baru, dan mereka harus pastiin bahwa mobil itu aman buat pengendara kalau terjadi tabrakan. Nah, biasanya kan ini butuh crash test fisik yang mahal dan makan waktu, kan? Tapi dengan CAE, mereka bisa simulasi crash di komputer, bahkan sebelum mobil prototipe pertama dibuat.

Yang keren, mereka bisa tweak desain struktur body mobil berkali-kali lewat simulasi, sampai mereka dapet kombinasi material dan geometri yang ngasih performa terbaik. Dan hasil akhirnya? Mobil yang lebih aman, lebih ringan, dan… biaya R&D-nya pun lebih murah karena pengujian fisik bisa dikurangin drastis.

Gue juga pernah ngerjain proyek kecil-kecilan buat simulasi bracket mesin, dan meskipun skalanya jauh banget dari industri otomotif, pengalaman itu nunjukkin gimana CAE ngebantu banget. Awalnya bracket yang kita desain kayaknya kuat-kuat aja. Tapi waktu kita jalanin finite element analysis (FEA), ternyata di salah satu sudutnya muncul konsentrasi tegangan tinggi yang bisa bikin retak. Kalo langsung diproduksi, bisa gagal total dalam waktu singkat. Tapi berkat simulasi, kita revisi desain, nambahin fillet dan bikin ketebalannya sedikit beda. Hasilnya? Stress menurun drastis, dan umur pakai komponen naik.

Biar makin kebayang, ini beberapa contoh spesifik lain dari dunia nyata di mana CAE jadi penyelamat (atau setidaknya, pahlawan pendukung):

1. Desain Sayap Pesawat (Aerospace)

Perusahaan kayak Boeing atau Airbus nggak bisa nunggu sampai sayap pesawat patah beneran buat tahu titik lemahnya, kan? Mereka pake CAE buat simulasi tekanan udara, beban saat lepas landas, bahkan skenario turbulensi ekstrem. Mereka bisa tahu bagian mana yang rawan fatigue atau perlu diperkuat, jauh sebelum pesawat naik ke langit.

2. Produk Konsumen – Smartphone

Pernah nggak mikir gimana casing HP bisa tahan jatuh dari ketinggian sekian meter? Tim R&D di perusahaan kayak Apple atau Samsung pasti ngelakuin simulasi jatuh (drop test) di CAE dulu. Mereka simulasiin skenario kayak jatuh dari saku, dari meja, atau bahkan jatuh sambil ketiban benda lain. Dengan begitu, mereka bisa prediksi crack points, dan bahan casing bisa dioptimalkan.

3. Industri Energi – Turbin Angin

Desain baling-baling turbin angin itu tricky banget. Harus ringan, kuat, dan tahan angin kencang. CAE dipake buat simulasi aliran angin (CFD – Computational Fluid Dynamics) sekaligus ngitung deformasi akibat gaya aerodinamis dan beban putaran. Salah simulasi, bisa bikin turbin jadi boros energi atau malah gagal struktural.

4. Medis – Implan dan Alat Kesehatan

Yes, di dunia medis juga CAE banyak dipake! Gue sempet baca studi kasus tentang desain implan pinggul. Sebelum dipasang ke pasien, implan itu disimulasiin beban tubuh manusia, posisi duduk, berdiri, lari—semuanya! Jadi dokter dan insinyur bisa yakinin bahwa implan itu nggak bakal gagal secara mekanis di dalam tubuh.


Yang gue pelajari dari semua ini? CAE bukan sekadar alat buat “ngecek” desain. Tapi udah jadi bagian penting dari proses inovasi. Dia ngebantu kita eksperimen lebih berani—karena kalau desain gagal, yang rusak cuma data simulasi, bukan produk fisik beneran.

Dan percaya deh, waktu lo liat hasil simulasi yang nunjukin retakan muncul di tempat yang nggak lo duga sebelumnya, itu rasanya kayak… “Oke, ternyata desain gue belum sekuat itu.” Tapi justru di situ letak serunya. Trial-and-error jadi jauh lebih cepat, lebih murah, dan jauh dari kata sia-sia.

Jadi kalau ada yang bilang CAE itu cuma buat perusahaan gede, menurut gue itu mitos. Bahkan tim kecil pun bisa dapet banyak keuntungan dari simulasi. Apalagi sekarang makin banyak software CAE yang lebih terjangkau, bahkan ada yang open-source kayak CalculiX atau Code_Aster.

Author